Cegah Impotensi, Enyahkan Stres Pikiran
Rupanya, walau Anda sudah makan secara benar, rajin olahraga, serta tidak merokok, kadang pria masih alami permasalahan ereksi. Dalam ini, biang keladinya kemungkinan amarah, depresi, atau permasalahan psikologis lain."Kekhawatiran serta depresi akan menghalangi kelenjar pituitari di bawah otak keluarkan hormon yang dibutuhkan untuk munculnya libido," kata Dr Arun Ghosh, seksolog dari Spire Liverpool Hospital, Inggris.
Disamping itu, tanggapan menantang atau menghindar saat badan hadapi depresi akan mematikan beberapa fungsi non-esensial pada tubuh, termasuk juga peranan seksual.
Unsur lain yang berperanan dalam berlangsungnya impotensi ialah pemikiran negatif mengenai pasangan seksual atau pengakuan pasangan, seperti kekecewaan, kedengkian, atau minimnya perhatian.
"Jika jalinan Anda dengan istri tidak serasi, impotensi kemungkinan isyarat awal yang diberi badan untuk menjelaskan bawa serta antara Anda ada permasalahan," kata Herb Goldberg, psikolog medis serta penulis buku The Inner Male.
Itu penyebabnya, mengurus depresi dapat menghindari Anda dari ketidakberhasilan ereksi. Setimbangkan pola hidup Anda dengan kegiatan-kegiatan relaksasi. Olahraga juga efisien untuk memudahkan depresi. Semasa olahraga, badan akan melepas endorfin yang berperan menentramkan pemikiran.
Yang penting ialah jangan memandang impotensi sekejap yang dirasakan itu adalah permasalahan permanen serta memunculkan kekhawatiran akan berlangsung lagi. Hal yang paling baik untuk dilaksanakan bila seorang pria alami episode impotensi ialah menganggap untuk suatu hal yang dapat berlangsung sesekali pada semua pria serta masih mengharap bisa sukses di lain kali.
Di dunia yang bersaing ini kita condong semakin mengutamakan beberapa hal yang bisa diukur dengan prestasi serta pendapatan. Tidak bingung bila hampir tiap hari kita bergulat dengan depresi, walau kenyataannya depresi akan bikin rugi badan.
Beberapa studi memperlihatkan depresi berkaitan dengan beberapa penyakit orang kekinian, seperti jantung, tekanan darah tinggi, stroke, kanker, serta penyakit lain, termasuk juga impotensi.
Dalam analisa paling baru diperlihatkan waktu depresi skema saraf simpatetik akan keluarkan gelombang norepinephrine, yang disebut tanggapan menantang atau menghindar (flight or fight). Disamping itu sisi otak pituitari akan melepas hormon kortisol yang membanjiri saluran darah.
Pada intinya tanggapan depresi ini mempunyai tujuan untuk bikin kita waspada. Waktu merasai ada bahaya akan tiba, contohnya ada mobil akan menabrak, badan akan melepas hormon depresi hingga kita semakin waspada, semakin lincah serta mempunyai reaksi cepat hingga kita dapat menghindar dari bahaya.
Tapi badan tidak dapat memperbedakan intimidasi fisik serta mental. Tanggapan badan pada depresi itu sedikit bermanfaat waktu kita alami desakan mental. Hingga waktu kita cemas dikejar deadline, reaksi badan akan sama dengan waktu kita akan tertabrak mobil itu. Jika berlangsung terus-terusan ini akan memulai memunculkan permasalahan.
"Pada semua makhluk di planet ini, depresi ialah kritis periode pendek dengan tanggapan hadapi atau hindarinya. Tetapi untuk manusia waktu kita duduk kita sedang diterpa oleh beberapa hal yang memunculkan depresi serta ini berjalan hampir tiap hari," kata Robert Sapolsky, pakar neurologi serta penulis buku Why Zebras Dont Get Ulcers ini.
Saat skema badan terus-terusan hadapi reaksi depresi yang timbul-hilang berkali-kali, kadang skema kontrol jadi tidak teratasi.
"Skema peraturan badan jadi rusak. Sebelumnya ini akan membuat orang jadi super reaktif pada kejadian depresi, tapi kadang sesudah demikian lama skema saraf jadi kecapekan serta tidak dapat memberikan tanggapan secara baik lagi," kata Nim Tottenham, psikolog.
Itu penyebabnya "tentara" penjaga skema imun jadi loyo hingga virus atau bakteri bisa menggempur badan tanpa ada perlawanan.